featured-slider

Selasa, 17 April 2012

Solat Berjamaah dari Pandangan Non-Muslim dan Sains


Assalamualaikum para sahabat dan sahabiah sekelian.
            Cerita ini saya dengar dari satu kuliah agama yang diceritakan oleh seorang ustazd (maaf, terlupa nama ustaz tu). Marilah kita bersama-sama renungkan pelajaran daripada cerita ini dan menyingkap sedikit ke dalam diri kita tentang sejauh mana kita coba menuruti perintah agama dalam mencari kelebihan dalam setiap amalan kita, terutamanya sholat (berjamaah).
Diceritakan bahawa seorang profesor dalam bidang fisika di sebuah universitas di Amerika Serikat,  membuat satu kajian tentang mengapa disyariatkan sholat berjamaah di dalam Islam dan kelebihan sholat berjamaah tersebut dalam kehidupan umat Islam. Menurut profesor itu, tubuh  kita (manusia) terdiri dari pada dua muatan elektrik yaitu muatan positif dan muatan negatif. Dalam perjalanan hidup manusia setiap hari, semasa kita bekerja, beribadah atau istirahat, kita banyak menggunakan tenaga. dan dalam proses ini  berlaku pertukaran muatan-muatan positif dan negatif yang menyebabkan ketidak seimbangan muatan-muatan tersebut di dalam tubuh kita. Ini menyebabkan kita merasa letih dan lesu apabila kita selesai menjalankan aktivitas-aktivitas harian kita. Muatan-muatan ini perlu diseimbangkan untuk memulihkan kondisi  badan kita kembali normal agar kita kembali segar dan dapat menjalankan aktivitas-aktivitas lain tanpa gangguan.
Terkait dengan sholat berjamaah, timbul satu persoalan di benak professor tersebut mengapa dalam Islam, disyariatkan, malah ke peringkat diwajibkan sholat secara berjemaah, dan mengapa sholat lima waktu yang didirikan oleh orang Islam mempunyai bilangan rakaat yang tidak sama ( dzuhur - 4 rakaat, Asar - 4 rakaat, Maghrib - 3 rakaat, Isya - 4 rakaat, Subuh - 2 rakaat). Beliau berpikir, sebagai seorang non muslim yang mempunyai ilmu yang tinggi dalam bidang  fisika, beliau lalu menjalankan kajian tentang perkara ini dan mengaitkannya dengan aktivitas-aktivitas harian kita yang memerlukan pemulihan muatan-muatan positif/negatif tadi.
Pertama sekali beliau mengkaji kaitan jumlah rakaat dengan solat berjamaah dan fungsinya dalam menyeimbangkaan muatan-muatan elektrik di dalam badan kita. Pada saat kita melakukan sholat berjamaah, kita disyariatkan supaya meluruskan dan merapatkan barisan (shof), bahu bertemu bahu dan tumit bertemu tumit. Dalam bergeseran tubuh kita dengan tubuh jamaah lain yang berada di kiri dan kanan kita, tubuh kita mengeluarkan matan-muatan yang berlebihan dan muatan-muatan ini akan ditarik oleh muatan elektrik yang berlawanan dalam tubuh rekan kita. Jamaah lain juga akan mengeluarkan muatan-muatan elektrik dari tubuh mereka dan muatan elektrik ini akan ditarik oleh muatan yang berlawanan dari tubuh kita. Dengan ini berlakulah keseimbangan muatan positif/negatif. Semakin lama pergeseran ini berlangsung, semakin seimbang dan semakin segar tubuh kita.
Menurut beliau, dalam kehidupan seharian kita, apabila kita bangun dari tidur, badan kita merasa segar dan sehat setelah istirahat selama beberapa jam (tidur). Dalam keadaan ini, tubuh kita mengandung muatan positif/negatif yang hampir seimbang. Jadi, apabila kita mendirikan solat Subuh berjamaah, kita hanya memerlukan sedikit pertukaran muatan elektrik dari dan ke dalam tubuh kita. Oleh karena  itu mengapa sholat subuh itu hanya dua rakaat.
Seterusnya, setelah seharian kita bekerja bertungkus lumus, membanting tulang atau memerah otak, muatan elektrik ini tidak lagi seimbang dengan kehilangan banyak tenaga dari badan kita. Oleh karena itu kita memerlukan pertukaran muatan elektrik yang banyak dan sholat berjamaah memainkan peranan untuk memulihkan keseimbangan ion-muatan elektrik ini. Oleh sebab itu sholat dzuhur (berjamaah) didirikan empat rakaat untuk memberikan waktu kepada pemulihan muatan elektrik tadi. Proses yang sama berlaku pada waktu sore, kita juga mengeluarkan banyak tenaga melanjutkan tugas-tugas kita dan kita kehilangan banyak muatan ini. Sekali lagi proses penyeimbangan ini berlaku apabila kita mengerjakan solat Asar (berjamaah) sebanyak empat rakaat. Selepas waktu Asar, setelah pulang dari kerja biasaannya, kita hanya melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak terlalu banyak menggunakan tenaga dan waktu yang tidak terlalu lama. Oleh karena itu tidak terlalu banyak tenaga yang kita keluarkan. Seterusnya kita akan pergi ke masjid untuk menunaikan solat Maghrib (berjamaah), sebanyak tiga rakaat. Pengurangan dalam rakaat ini berlaku karena kita tidak kehilangan terlalu banyak tenaga dan penyeimbangan nuatan elektrik ini berlaku dalam jangka waktu yang agak kurang dari sebelumnya (dzuhur dan Asar).
Seterusnya timbul persoalan di benak beliau tentang mengapa sholat Isya didirikan empat rakaat. Secara logika, kita tidak melakukan banyak aktivitas pada waktu malam dan tidak memerlukan pengumpulan muatan elektrik yang banyak untuk tidur.       Setelah beliau lakukan pengkajian lebih mendalam, terdapat hikmah di balik jumlah rakaat ini. Seperti yang kita pahami, kita umat Islam sangat dianjurkankan supaya tidur pada awal waktu malam dan bangun di sepertiga malam untuk menunaikan sholat-sholat sunat, terutamanya solat sunat Tahajjud. Malahanan amalan sholat ini menjadi kewajiban bagi Nabi s.a.w. dan para sahabat baginda serta para alim ulama. Terlalu besar ganjaran dan kelebihan sholat Tahajjud ini (tidak perlu diterangakn di sini). Jadi, dari fakta ini, dapat beliau simpulkan bahwa, sholat Isya (berjamaah) sebanyak empat rakaat dapat menyediakan penyeimbangan muatan elektrik dan pengumpulan tenaga yang secukupnya untuk kita bangun pada waktu sepertiga malam untuk menunaikan sholat Tahajjud dan berdiam menghambakan diri kepada Allah di waktu yang begitu dingin dan sunyi.
Dalam proses membuat kajian ini, beliau mendapati bahwa Islam adalah satu agama yang lengkap dan segala amalan dan perintah Allah Taala mempunyai  hikmah yang tersirat dan tersurat untuk kebaikan umat Islam itu sendiri. Beliau merasakan betapa besarnya pencipta segala yang ada di muka bumi ini dan betapa kerdilnya beliau.
Pada waktu inilah, beliau telah diberi hidayah oleh Allah Taala untuk memeluk agama Islam. Subahanallah. QS.3:190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, 3:191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(2)
            Pernah, salah seorang penguasa yahudi, menyatakan bahwa mereka tidak takut dengan orang islam kecuali pada suatu hal. Ialah bila jumlah jemaah sholat subuh menyamai jumlah jemaah sholat jum’at. Entah perkataan ini memang benar diucapkan orang yahudi atau tidak, yang pasti ini benar adanya.(1)
            Tanpa sholat subuh umat islam tidak lagi berwibawa. Tidak selayaknya umat ini mengharapkan kemuliaan. Kehormatan, dan kejayaan, jika kita tidak memperhatikan sholat ini.
            Ada sebuah catatan yang begitu penting dalam surat al-isra’ terdapat firman allah. Yang artinya “ dan (dirikanlah pula sholat) shubuh. Sesungguhnya sholat shubuh itu disaksikan ( oleh malaikat).” (AL- Isra’ : 78)
            Ayat ini membicarakan tentang dekatnya masa pergantian Bani Israil. Posisi kaum akan diganti oleh umat islam. Artinya kendali dunia diberikan kepada umat islam yang baru. Kendali ini tadak mampu dipegang kecuali orang- orang yang menegakkan sholat subuh.
            Bahkan yang lebih mencengangkan dari semua itu, bahwa pertolongan dari Allah S.W.T tidak akan tiba, kecuali setelah Allah menyampaikan perintah Sholat Subuh sebagai mana allah Firmankan dalam Q.S al-Isra’ 78-81 yang artinya:
“ Dirikanlah sholat dari sesudah tergelincir Matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula Sholat) subuh. Sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan malaikat. Dan pada sebagian malam hari sholat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan robb-mu mengangkat kamu ketempat yang terpuji, katakanlah, ‘ ya roob-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi engkau kekuasaan yang menolong.’ Dan katakanlah, ‘yang benar telah dating dan yang bathil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah yang pasti lenyap.” (Al-Isra’ : 78-81)
permohonan, pertolangan dari Allah, hadirnya kebenaran, lenyapnya kebatilan serta tegaknya agama Allah dimuka bumi, tidak akan dating kecuali setelah mendirikan sholat. Yang pasti sholat subuh dan membaca Al-qur’an dipagi hari serta sholat malam adalah sarana yang sangat penting untuk meraih kemenangan.
Bagaimana usaha shalahuddin al-ayyubi dalam mengembalikan pembmbinaan umatnya  yang pertama kali beliau perhatikan adalah mendorong mereka memperhatikan sholat di masjid. Beliau meyakini, hanya tentara yang sholat berjemaahlah yang mampu mengalahkan orang Kristen atau yang lainnya dari musuh-musuh Allah. Yang menarik, subuh ternyata juga menjadi waktu peralihan dari era jahiliah menuju era tauhid. Kaum ‘Ad, Tsamud, dam kaum pendurhaka lainnya, dilibas petaka pada waktu shubuh. Yang menandai berakhirnya dominasi jahiliyah dan munculnya cahaya tauhid.
Subhanallah ! Allah S.W.T akan mengubah apa yang terjadi dimuka bumi ini dari kegelapan menjadi keadilan dari kerusakan menuju kebaikan. Semua itu terjadi pada waktu yang mulia, ialah waktu subuh. Berhati-hatilah, jangan sampai tertidur pada saat yang mulia ini.
Pelajaran apa yang dapat kita petik dari pernyataan diatas ? ternyata orang yahudi dan orang Kristen yang nota bene adalah musuh umat islam ternyata lebih jeli terhadap kondisi kita, dari pada diri kita sendiri.
Betapa, selama ini kebanyakan kaum muslimin terlena dalam malam yang panjang, sehingga hanya menyisakan segelintir orang yang membentuk sederet-dua deret shaf pada sholat shubuh. Kita tak menyadari, bahwa ada nilai yang kuat dalam pelaksanaan sholat shubuh. Justru yahudi yang menyadarinya.
            Bahkan bagi sebagian orang muslimin kewajiban sholat berjemaah teranaktirikan oleh berbagai kepentingan  duniawi dan berbagai kepentingan-kepentingan yang lain dengan berbagai alasan, akhirnya lebih memilih sholat di rumah. Na’udzubillah, sesungguhnya agama ini tidak akan mendapatkan kemenangan, kecuali telah terpenuhi semua syarat-syaratnya. Yaitu dengan melaksanakan ibadah, konsekwen dengan akidah, berakhlak mulia, mengikuti ajarannya, tidak melanggar larangannya, dan tidak sedikit pun meninggalkannya, baik yang sepele apalagi yang sangat penting seperti halnya sholat berjemaaah, bahkan kita harus berusaha terus menjaga dan mempertahankannya. Sikap semacam inilah yang akan dapat menolong agama Allah dan mendapat pertolongannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar